Aug 17, 2011

mengenal Tuhan


Tuhan Maha Kuasa adalah Wujud mutlak dan Kesempurnaan mutlak yang sama sekali tidak memiliki aib dan cela. Wujud-Nya tiada duanya. Dia memiliki kemampuan untuk melakukan setiap perbuatan dan mengetahui segala sesuatu kapan pun dan apa pun kondisinya, Maha Mendengar dan Maha Melihat, memiliki kehendak dan ikhtiar, Hidup dan Pencipta segala sesuatu, Sumber segala kebaikan, Mencintai dan Pengasih kepada seluruh makhluk.



Konsep Tuhan merupakan konsep yang paling umum dan sederhana. Demikian sedernahanya sehingga dapat dipahami oleh seluruh manusia, bahkan oleh mereka yang menafikan wujud Tuhan. Kendati pengenalan esensi dan hakikat Zat Tuhan mustahil bagi manusia namun masih banyak jalan untuk memperoleh keyakinan terhadap wujud Tuhan. Jalan-jalan untuk mengenal Tuhan dalam sebuah klasifikasi umum dapat dibagi menjadi beberapa bagian:

1. Jalan rasional.
2. Jalan empirik (Argumen Keteraturan)
3. Jalan hati (Argumen Fitrah).

Jalan terbaik dan termudah adalah melalui argumen fitrah (mengenal Tuhan melalui hati). Melalui argumen fitrah ini, manusia kembali kepada dirinya, ia tidak lagi memerlukan argumentasi rasional atau observasi empirik untuk dapat menemukan Tuhannya dan dengan melalui jalan hati ini ia sampai kepada Tuhan.

Tauhid merupakan salah satu asas terpenting agama-agama Ibrahimi (Nabi Ibrahim). Tauhid adalah sebuah pandangan dan keyakinan yang menegaskan bahwa Tuhan itu Esa. Kebalikan dari tauhid adalah syirik kepada Tuhan. Tauhid artinya menafikan segalah bentuk syirik, keserupaan dan permisalan bagi Tuhan dan segala jenis rangkapan rasional (aqli), eksternal (khariji) dan imaginal (wahmi) bagi Tuhan. Penetapan simpelitas (besâthat) Tuhan berada pada cakupan penetapan keesaan Tuhan dan bermuara pada keesaan Allah SWT.

Terdapat banyak dalil rasional untuk menetapkan tauhid dan keesaan Tuhan yang telah dikemukakan para filosof dan teolog seperti burhân wahdat (argumen kesatuan), burhân nazhm(argumen keteraturan), burhân wahdat para nabi, burhân negasi keserupaan, kesamaan; burhân tiadanya kebutuhan Tuhan, burhân simplelitas, dan burhân nir-batasnya Tuhan. Di antara beberapa argumen (burhân) itu apa yang dapat menyampaikan kita pada penetapan keesaan Tuhan dengan lebih mudah adalah mengenal poin bahwa Tuhan itu adalah wujud murni. Wujud murni lantaran nir-batasnya wujud Tuhan, ia tidak memiliki kuiditas (mahiyyah) dan batasan.

Apabila ada mitra dan sekutu bagi Wajib (Tuhan), masing-masing dari sekutut tersebut memiliki kesempurnaan tersendiri dan hampa kesempurnaan bagi yang lain, dan hal ini berseberangan dengan hipotesa dan asumsi nir-batasnya Tuhan dan wujud murni-Nya. Karena itu, asumsi adanya tuhan yang lain adalah absurd dan Tuhan tidak memiliki sekutu dan mitra.

Dalam surah Tauhid (al-Ikhlas) disebutkan bahwa “Allah al-Shamad” (Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Al-Ikhlas [112]:2) “Lam yalid walam yulad” (Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, Al-Ikhlas [112]:3) Sebagian penafsir (mufassir) memandang “lam yalid walam yulad” itu adalah tafsiran dari redaksi al-shamad, Artinya, Allah itu adalah al-Shamad yakni Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dari sudut pandang akal mustahil Allah yang tempat segala sesuatu bergatung kepada-Nya (Allah al-Shamad) itu memiliki sifat memperanak atau diperanakkan.

Karena kelahiran sebuah entitas dari entitas lainnya merupakan dalil bahwa ia dapat dibagi-bagi dan sesuatu yang dapat dibagi-bagi adalah memiliki rangkapan (murakkab). Dengan kata lain, seseorang yang melahirkan (anak) maka ia harus memiliki bagian-bagian dan apa pun yang memiliki bagian-bagian maka ia membutuhkan pada bagian-bagiannya sendiri; karena sepanjang bagian-bagian itu tidak terhimpun dan terkumpul maka ia tidak akan pernah terwujudkan. Karena itu, anak yang terlahir dari Tuhan adalah sesuatu yang mustahil dari sudut pandang akal. Apabila kita meyakini hal ini, maka sesungguhnya kita membuat Tuhan menjadi butuh kepada sesuatu yang tentu saja tidak sesuai dengan Zat Tersucikan Tuhan.

Dan sejatinya keyakinan semacam ini menandaskan bahwa Tuhan belum lagi dikenal dengan semestinya Takut (khauf) dan harapan (raja’) serta yang terkait dengan kecintaan (mahabbah) terhadap Allah Swt bukanlah sesuatu yang perlu diherankan. Lantaran perkara ini memenuhi seluruh ruang dalam hidup kita. Sedemikian jelasnya sehingga membuat kita terkadang lalai memperhatikannya. Harus dicamkan bahwa bahkan tatkala kita melangkah dan berjalan hal itu merupakan hasil dari takut, harapan dan cinta. Karena sepanjang tiada harapan maka kita tidak akan melangkah. Dan apabila kita tidak melangkah maka kita tidak akan sampai pada tujuan. Sepanjang kita tidak takut dalam melangkah maka kita tidak akan berhati-hati. Karena tidak berhati-hati kecelakaan setiap saat akan datang menimpa kita. Lantaran mengalami kecelakaan maka kita tidak akan sampai tujuan.

Perkara ini banyak nampak jelas tatkala kita memanfaatkan media transportasi, media listrik atau api dan sebagainya. Hal itu disebabkan kita ingin memanfaatkannya. Namun apabila tidak disertai dengan takut dan kehati-hatian dalam memanfaatkannya, maka hal itu akan menjadi sebab kehancuran dan kebinasaan kita sendiri. Karena itu, berhimpunnya takut dan harapan, pada sebuah esensi, dan boleh jadi terkait dengan sesuatu atau seseorang merupakan suatu hal yang lumrah dan tidak perlu diherankan.

No comments: